Gerbang Neraka Romawi Kuno Ini Benar-Benar Membunuh Makhluk Hidup Yang Lewat
Jumat, 23 Maret 2018
Edit
Mungkinkah insan berjalan melewati gerbang neraka dan tetap hidup? Orang Romawi kuno berpikir bahwa hal itu mungkin, jadi mereka menyiapkan binatang untuk dikorbankan sehingga menjadi tiket untuk masuk ke dunia bawah yang tersebar di segenap penjuru Mediterania kuno. Hewan korbannya - lembu yang sehat, digiring menuju gerbang neraka. Lembu tersebut akan tiba-tiba mati tanpa intervensi manusia. Tetapi pendeta Romawi yang menggiringnya selamat tanpa kurang suatu apapun. Sekarang, penelitian gres yang dilakukan di salah satu situs kuno memperlihatkan bahwa "keajaiban" tersebut dapat dijelaskan dengan ilmu geologi sederhana.
Ditemukan kembali sekitar 7 tahun lalu, gerbang neraka di kota kuno Hieropolis, di Turki modern, ialah gerbang gres yang menuju ke sebentuk gua kecil. Gerbang tersebut dibangun pada satu arena terbuka berbentuk persegi, di atasnya ada kuil yang dikelilingi kerikil yang ditata lebih tinggi untuk kawasan duduk pengunjung. Kota Hieropolis sendiri ialah salah satu wilayah yang secara geologis paling aktif. 2200 tahun yang lalu, mata air panasnya dipercaya mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Akan tetapi, celah yang membujur bawah Hierapolis mengeluarkan karbon dioksida (CO2) gunung berapi yang keluar sebagai kabut yang dapat dilihat. Gerbang yang dikenal sebagai Plutonium (diambil dari Pluto, ilahi dunia bawah), dibangun sempurna di atas celah tersebut. Di tahun 2011, para arkeolog memperlihatkan bahwa gerbang itu masih mematikan. Burung yang terbang terlalu akrab akan tercekik dan mati lemas.
Saat ini, suatu tim peneliti yang dipimpin oleh andal biologi gunung berapi Hardy Pfanz di University of Duisburg-Essen, Jerman, telah mempelajari potensi mematikan kuil tersebut dengan perincian yang lebih jelas. Pfanz dan para koleganya mengukur konsentrasi CO2 di area tersebut dari waktu ke waktu. Sepanjang siang hari, panasnya matahari menghamburkan gas. Akan tetapi di malam hari, gas yang sedikit lebih berat daripada udara tersebut mengepul keluar dan membentuk "danau" tersembunyi CO2 di lantai kuil. Secara khusus danau tersebut mematikan pada waktu fajar, dikala konsentrasi CO2 sampai 40 centimeter di atas lantai kul mencapai 35%. Cukup untuk mencekik dan mematikan hewan, bahkan insan hanya dalam beberapa menit saja kata Pfanz. Tetapi kadar karbon dioksida menurun drastis pada posisi yang lebih tinggi.
Para pendeta kasim kemungkinan mempersembahkan binatang korban hanya di pagi atau malam hari, dikala konsentrasi gas mencapai puncaknya. Hewan-hewan yang dikorbankan tidak cukup tinggi untuk menjaga biar kepalanya tidak terpapar danau CO2. Semakin akrab dengan lokasi kuil, binatang tersebut akan merasa pusing sehingga posisi kepalanya akan semakin turun. Akibatnya, mereka menghirup lebih banyak CO2 yang lebih pekat, sehingga kesannya hewan-hewan tersebut mati lantaran asfiksi. Sementara itu para pendeta, yang posisi kepalanya lebih tinggi, cukup tinggi di atas level ancaman gas karbon dioksida. Mungkin saja mereka berdiri di atas kerikil untuk menambah ketinggian. "Mereka.. tahu bahwa napas mematikan makhluk mistis Kerberos hanya dapat mencapai ketinggian tertentu," ujar Pfanz.
Strabo, spesialis sejarah Yunani yang mengunjungi Plutonium di Hierapolis sekitar 2000 tahun lampau mencatat bahwa para pendeta bahkan dapat meletakkan kepalanya di dalam gerbang neraka tanpa mengalami apapun yang menyakitkan. Strabo menduga kekebalan ini mungkin disebabkan mereka telah dikebiri. Sedangkan Pfanz meyakini bahwa mereka memahami ihwal kondisi kimiawi lingkungan sekitar. Sebagai contoh, ia berpikir bahwa para pendeta akan berhati-hati untuk tidak terlalu akrab ke gerbang kecuali pada siang hari, dikala kuil relatif lebih aman. Arkeolog Francesco D'Andria dari University of Salento, Lecce, Italia, yang memimpin tim yang menemukan Plutonium di Hierapolis tahun 2011 tidak begitu yakin. Timnya menemukan banyak lampu minyak sempurna di sekitar gerbang neraka, memperlihatkan bahwa para pendeta mungkin juga mendekati lokasi mematikan tersebut di malam hari meskipun tingkat CO2 dapat membahayakan.
Temuan gres ini ditanggapi sebagai "luar biasa menarik" oleh Gil Renberg, spesialis sejarah klasik yang meneliti kepercayaan agama Yunani dan Romawi Kuno di University of Nebraska, Lincoln. "Informasi ilmiah ini menunjukan kebenaran sumber-sumber kuno dan tidak hanya membantu menjelaskan mengapa insan dapat masuk, melainkan juga mengapa hewan-hewan itu mati."
Mungkin saja setidknya beberapa Plutonium bekerja dengan cara yang sama. Renberg berpikir bahwa metode survey kimia yang dipakai Pfanz dan timnya dapat membantu dalam memperlihatkan wangsit yang lebih kokoh ihwal lokasi tepatnya gerbang neraka di situs yang dikenal sebagai Akaraka, di negara Turki modern.
sumber: science AAAS
gambar: time.com