Tidak Harus Punya Otak Untuk Dapat Tidur! Tanya Saja Ubur-Ubur Ini
Kamis, 15 November 2018
Edit
Salah satu tantangan terbesar dalam meneliti tidur ialah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan "tidur". "Sebagian orang menyampaikan bahwa segala sesuatu mengalami tidur, sebagian lainnya menyampaikan hanya insan dan mamalia yang tidur," ujar penulis di penelitian, Paul Sternberg, seorang pakar biologi asal California Institute of Technology (Caltech) di Pasadena. Dia dan yang lain beropini bahwa ikan, lalat, dan bahkan cacing tertidur secara rutin. Manusia dan hewan-hewan lainnya beristirahat untuk banyak sekali alasan, terangnya, tetapi tidur secara prinsip berbeda dengan sekedar istirahat.
Salah satunya, ketika kita tertidur, kita tidak bisa merespon sentuhan halus atau bunyi yang lembut. "Anda harus menyenggol seekor binatang lebih keras biar beliau merespon ketika tertidur, daripada ketika terjaga," terang Joiner. Tetapi orang yang tertidur akan segera terjaga jikalau mereka jatuh dari daerah tidur atau mendengar letusan keras. Lebih jauh lagi, jikalau kita kurang tidur, kita akan merasa mengantuk keesokan harinya dan biasanya tidur lebih lelap ketika kesannya pergi tidur - jadi diharapkan jumlah tidur yang tepat.
Ikan, lalat, dan bahkan cacing yang masuk kriteria tersebut punya semacam otak, daerah berkumpulnya sel saraf dan kemungkinan bisa mengoordinasikan tidur. Jadi, tiga mahasiswa Caltech tetapkan untuk meneliti apakah ubur-ubur, yang tidak punya otak tetapi mempunyai sistem saraf berbentuk cincin di pada tubuhnya yang berbentuk cincin, juga bisa tidur. Ravi Nath, Clair Bedbrook, dan Michael Abrams mengusut beberapa spesies ubur-ubur terbalik dari genus Cassiopea, yang cenderung tidak bergerak di perairan tropis dangkal dengan tentakel yang telah dimodifikasi menghadap ke atas. Seperti koral, tetapi tidak ibarat kebanyakan ubur-ubur, Cassiopea menyediakan daerah bagi alga di badan mereka, yang membantu untuk pasokan nutrisi. Mereka mendenyutkan loncengnya sekali dalam satu detik, menjaga air tetap megalir dalam badan mereka untuk memasukkan makanan dan membuang sampah.
Untuk mendokumentasikan apakah ubur-ubur tersebut benar-benar tidur, mahasiswa peneliti tersebut menciptakan akuarium khusus dengan kamera yang memantau denyut 23 animal sepanjang siang dan malam selama hampir sepekan. Di malam hari, ubur-ubur melambatkan denyutnya hingga 39 kali per menit, dibandingkan 60 kali per menit pada siang hari, ini dilaporkan pada Current Biology. Untuk melihat apakah denyut lambat ini benar-benar tidur, para mahasiswa mengangkat binatang tersebut dari lokasi yang disukainya di dasar akuarium ke permukaan dan mengukur seberapa cepat ubur-ubur berenang lagi ke dasar. Seperti orang yang gres berdiri di awal pagi, ubur-ubur yang diuji pada malam hari merespon dengan lambat. Tetapi kesannya tersadar sendiri, dan ketika diangkat lagi 30 detik kemudian, mereka pribadi berenang lagi ke dasar.
Tetapi apakah ubur-ubur butuh tidur sebagaimana manusia? Untuk menemukan jawabannya, para mahasiswa peneliti mencegah beberapa ubur-ubur tertidur dengan mendenyutkan air di sekitarnya tiap 20 menit selama 6 jam atau 12 jam di malam hari. Ubur-ubur tidak begitu aktif di pagi hari - dan lebih tidak aktif lagi jikalau tidurnya berkurang selama 12 jam - tetapi sepenuhnya pulih di hari berikutnya. Sebagai ujian akhir, para peneliti memberi melatonin kepada ubur-ubur, melatonin ialah obat tidur di pasar, yang kelihatannya menciptakan ubur-ubur tertidur, berdasarkan laporan tersebut. Dengan demikian, "Kita bisa menyampaikan bahwa mereka tidur dengan cara yang sama sebagaimana orang tidur," kata Raizen.
Anders Garm, seorang pakar ilmu saraf di University of Copenhagen tidak yakin dengan itu, "Saya ragu menyebutnya tidur hingga Anda benar-benar melihat apa yang terjadi pada sistem sarafnya," katanya. "Mungkin saja ada prosedur lain yang menjelaskan sikap ini." Misalnya, cahaya mungkin mengendalikan variasi acara denyutan.
Tetapi yang lainnya bersepakat dengan tim Caltech. "Penulis melaksanakan kerja yang manis dalam mendemonstrasikan bahwa ubur-ubur memenuhi kriteria paling mendasar untuk tidur," ujar Joiner. "Data ini menyampaikan dengan berpengaruh eksistensi tidur pada Cassiopea," tambah Cheryl Van Buskirk, seorang pakar genetik yang mempelajari tidur di California State University di Northridge.
Terlebih lagi, temuan tersebut menyampaikan bahwa bukan hanya otak yang butuh tidur; tiap sel saraf mungkin juga membutuhkannya, Van Kirk berpendapat. "Mungkin itu ialah kebutuhan inheren tiap sel yang sanggup dirangsang."
Tantangan selanjutnya ialah melihat apakah bunga karang, yang lebih rendah daripada ubur-ubur, juga tidur.
dilansir dari sciencemag.org
penerjemah bahasa Inggris: Kurniawaan Sugi Purwanto